“ LUKA YANG KIAN PERIH ”
By: Lilis Khotimah
Jika aku bisa memilih, aku tak ingin
terlahir ke dunia ini”lirih hati sofie menjerit. Butiran-butiran air mata
perlahan membasahi pipinya. Boneka panda yang ia pelukpun mulai basah oleh air
mata. Termangu ia duduk di dekat jendela kamarnya. Menikmati hujan bersama luka
dihatinya. Lantunan lagu syahdu dari mp3nya kian menambah sedih. Sofie adalah
gadis yang paling beruntung di dunia ini. Bagaimana tidak ia hidup dalam
kemewahan, rumah megah, mobil tinggal pilih, pembantu ia punya lima, sopir ada,
hidupnya bak putri dalam istananya. Belum lagi sofie adalah gadis yang cantik,
tinggi, putih, hidung mancung rambutnya panjang, tak ada satupun lelaki yang
tak menyukainya. Namun nyatanya kebahagiaan kini jauh dari rengkuhnya.
Tok....tok...tok...
suara dari arah pintu kamarnya.
“ non, makan dulu!” suara di balik
pintu
“ntar dulu bik!”
“itu sudah ditunggu tuan!”
“Males bik!”
“sedikit saja non!”
“ kalo sofie bilang males ya males
bik!” udah bibik balik aja!”
“kasian tuan sudah menanti non!”
“ogah bik, paling dedie juga mau pergi
lagi! Sofie gak lapar!”
“ya sudah non!”
Kebahagiaan memang jauh dari rengkuhan
sofie. Meski kemewahan ia genggam namun kasih sayang orang tua tak pernah ia
rasakan. Sejak sofie berusia lima tahun kedua orang tua sofie telah bercerai. Ia
tinggal di rumah ayahnya. Namun ayahnya selalu sibuk dengan pekerjaannya. Hingga
kini usia sofie 17 tahun. Ia duduk di bangku SMA kelas 3. Ujian nasional baru
saja ia selesaikan. Brosur-brosur universitas faforit si indonesiapun memenuhi
kamarnya. Akan tetapi sofie tak berminat sama sekali. Entah mengapa sofie tak
tertarik sama sekali untuk kuliah, meski ayahnya menawari kuliah sesuka mau
sofie dimanapun. Sofie tetap tak ingin kuliah.
3 hari yang lalu tepatnya di hari
pertama ia menghadapi ujian nasional, ia di panggil Bp.“sofie, kenapa nilai
kamu jatuh semua?” guru cantik berjilbab putih itu menanyai sofie yang duduk di
depannya.
“Ah ....! gk juga buk, sofie emang
bodoh jadi udah biasa nilai jelek kan Bu?”
“tidak sofie! Kamu ini pintar. Kamu murid
terpintar se SMA ini. Bahkan kamulah duta sekolah ini!” guru cantik itu menatap
lekat mata sofie.
“ ada apa sof?”
“ tidak ada apa-apa Bu! Sungguh !”
“ ya sudah! Belajarlah yang rajin,
kelak mau kuliah di mana sof?”
“gak kuliah Bu”
“lantas? Kerja?”
“mungkin!”
“ya sudah, lakukan yang terbaik saja
ya sof!”
“iya Bu!”
“kembalilah ke kelas! Ingat pertahankan
prestasimu!”
Sofie keluar dari ruang Bp dengan
wajah yang sangat pucat. Sepulang sekolah ia janjian ketemu dengan kekasihnya. Yudi
namanya, ia kuliah di sebuah universitas terkemuka di bandung, fakultas kedokteran.
Lelaki berkacamata yang tinggi putih, manis itu yang 3 tahun terakhir mengisi
hati sofie. Mereka akan segera menikah.
“sof, ada yang ingin ku bicarakan!”
“aku juga yud, ada sesuatu yang kamu
harus tahu!”
“apa itu sof?”
“yud. Aku hamil!”
“apaaaa? Gak mungkin!”
“kenapa gak yud? Kita pernah nglakuin
hal itu!”
“tapi sof!”
“kenapa yud?”
“ sofie, maafkan aku. Sebenarnya aku
telah menikah!”
“apaaa?” sofie kaget, perlahan air
mata basahi pipinya. Sungguh ia tak percaya.
“kamu pasti bercanda kan yud?” sofie
menatap lekat wajah kekasihnya itu.
“maafkan aku sof! Aku telah menikah
bahkan aku telah memiliki anak. Ia telah berusia 2 tahun. Rani, itu nama
istriku. Sebenarnya kamu hanya selingkuhanku!”
“gila kamu yud! Brengsex kamu!”
“ sofie maafkan aku!”
“yud, aku hamil! Ini anak kamu, buah
cinta kita.”
“aku tak mungkin menyakiti rani sof!”
“iya kamu rela nyakitin aku?”
“gak gitu juga sof!”
“brengsex kamu yud!”
“ sofie, maafkan aku!”
“yudi, nikahi aku! Aku rela kau
jadikan yang kedua, asal anak ini punya ayah!”
“gak sof!”
“oke ..! kamu pilih aku atau dia?”
“sof, jangan paksa aku memilih. Karena
kalian adalah yang terbaik buat aku. Kalian bukan pilihan dan aku bukan pembagi.”
“trus apa mau kamu? Gugurin kandungan
ini gitu? Gila kamu!”
“iya sof, lupain aku! Masa depanmu
masih panjang!”
“gak! Gak akan yud!”
Air
mata sofie kian deras mengalir. Ia tak menyangka yudi sejahat itu.
“sofie, bidadariku yang cantik maafkan
aku sayang!” perlahan yudi memegang tangan sofie.
“ kamu tega yud!” air mata sofie
kembali mengalir.
“ sofie, hapuslah air matamu! Aku gak
ingin kamu bersedih! Bahagialah sayang!”
Yudi
menghapus air mata sofie!
“ bagaimana bisa aku bahagia tanpamu
yud!”
“ kamu pasti bisa sayang!”
“ berhenti panggil aku sayang!”
“ sofie, kamu tetap bisa ketemu aku
kapanpun!’
“ gila kamu yud!”
“ miliki aku semaumu sof!”
“ udah gak waras ya kamu yud!”
“ aku ingin kamu bahagia sof!”
“ nikahi aku!”
“ aku gak bisa!”
“ aku akan bahagia bersamamu!”
Kini
sofie bak pengemis cinta.
“ sofie, gugurkan saj kandungan itu
dan mulailah hidup barumu sayang!”
“ gak, kamu ini dokter gila ya!”
“ Sayang, bahagialah!”
“ terserah!”
“ sof! Maafkan aku!”
“
yud terserah kamu mau apa, tapi aku gak akan gugurin kandungan ini. Kan ku
besarkan anak ini sendiri. Jika nanti ia tanya siapa ayahnya kan aku jawab. Nak
ayahmu adalah orang yang paling baik di dunia ini. Kini ia telah bahagia
sayang. Cukuplah kamu bersama bunda tak usah kau tanyakan ayahmu lagi.”
Air
mata sofie kembali deras mengalir.
“ sof, maafkan aku!”
“berhenti kamu bilang maaf!”
“Sof ...!”
“ sudah aku muak!”
“Sofie ...!”
“ bahagialah ..... ! Brengsex!”
Sofie
beranjak meninggalkan yudi.
Kini
sofie hanya bisa menangis sendiri di kamarnya, bersama lukanya.