JILBAB DIBALIK KACA
Oleh: L.Z. Rahim dan L.Khotimah
Suara bising dari
kendaraan yang melintas dijalanan menunjukkan betapa padatnya kendaraan yang
melintasi kota Jakarta. Orang-orang didalamnya seakan sibuk memenuhi tuntutan
hidup yang kian mengharap pengorbanan, demi sesuap nasi ataupun sekedar
menafkahi keluarganya barang sehari. Tak terkecuali gadis berjilbab yang
menenteng map berwarna biru yang turut berbaur dengan hiruk pikuk jalanan yang
tak menghiraukan terpaan debu dan asap yang seakan akrab membelainya, entah apa
yang ada dalam pikirannya, berjuang untuk hidup atau hidup untuk berjuang atau
hanya untuk sesuap nasi?. Jelas dia adalah gadis yang pantang menyerah.
Tok, tok, tok…
“Assalamualaikum…selamat
pagi pak..,” terdengar suara dari balik pintu.
“Ya masuk.”
Masuklah gadis
berjilbab dengan wajah yang penuh harap. Kepolosan gadis yang baru masuk
menambah keanggunannya, siapapun yang melihatnya sekilas akan mengagumi
kecantikan gadis itu yang asli tanpa polesan.
“Ada yang bisa saya
bantu?” kata Pak Aldi kemudian.
“Maaf Pak, saya mengganggu,
apakah diperusahaan Bapak ini sedang membutuhkan karyawan baru, saya sedang
mencari pekerjaan Pak.”
“Apakah anda membawa
surat lamaran dan berkas-berkasnya?”
“Oh…iya ini Pak.” Kata
gadis itu seraya memberikan stopmap biru yang berisi lamaran pekerjaan. Pak
Aldi membacanya sebentar.
“Baiklah, anda lulusan
vakultas akutansi, kebetulan sekretaris saya sedang cuti untuk beberapa minggu,
anda bisa menggantikannya untuk beberapa minggu sampai sekretaris saya kembali
bekerja dan untuk selanjutnya saya akan menempatkan anda dibidang lain, anda
boleh mulai bekerja besok.”
“Baiklah Pak…terima
kasih, saya permisi.”Kata gadis berjilbab itu dengan wajah bersinar penuh
kebahagiaan. Keberuntungan memihaknya hari ini setelah berhari-hari bergantung
pada map biru itu.
Gadis berjilbab itu
adalah Nirmala, seorang gadis yang bertanggung jawab penuh untuk keluarganya. Semenjak
ayahnya meninggal beberapa tahun yang lalu, Ia harus mencukupi kebutuhan hidup
keluarga dan biaya sekolah adiknya, belum lagi memikirkan obat-obatan yang
harus ditebus untuk ibunya yang mulai sakit-sakitan. Nirmala menyadari itu
semua kewajibannya sebagai seorang anak dan kewajibannya sebagai seorang kakak
demi keluarga dan masa depan adiknya.
Pimpinan perusahaan itu
adalah Aldi, seorang direktur salah satu perusahaan yang besar di Jakarta. Aldi
memimpin perusahaan itu setelah ayahnya mengangkatnya karena dia dirasa sudah
mampu memimpin perusahaan itu setelah menyelesaikan kuliahnya diluar negeri beberapa
bulan yang lalu. Aldi adalah sosok pemuda yang tajam dalam persaingan didunia
bisnis, sungguh ayahnya bukan memilih suatu hal yang salah untuk kemajuan
perusahaannya.
Satu, dua, tiga hari
setelah bekerja diperusahaan Aldi, tampak Nirmala memang orang yang cerdas dan
rajin, penuh semangat dan dapat menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya.
Semuanya itu membuat kagum Aldi, bahkan dari rasa kekagumannya tumbuh
benih-benih cinta. Sikap perhatiannya kepada Nirmala semakin Nampak, entah apa
yang membuatnya demikian. Jika dipandang dari segi fisiknya Nirmala memang
bukan seperti gadis kebanyakan yang suka memoles wajahnya dengan berbagai merk
kosmetik, dari wajahnya yang tanpa polesan menunjukkan keaslian kecantikannya
apalagi ditambah dengan jilbabnya yang semakin membuatnya lebih anggun. Nirmala
bukan orang yang banyak bicara, dia adalah gadis pendiam tetapi murah senyum
membuat orang akan simpatik padanya, pendiam bukan berarti dia pesimis dalam
menghadapi kenyataan hidup, tapi dibalik sikap pendiamnya dia menyimpan sejuta
semangat dan menonjolkan kemahirannya dalam menyelesaikan berbagai macam
pekerjaan. Bukan hal yang mustahil jika Aldi menaruh hati pada Nirmala.
“Mala…bolehkah saya
antar?” kata Aldi saat bertemu Nirmala diparkiran depan kantor.
“Oh…maaf Pak, tidak
usah, saya bisa naik angkot, takut merepotkan Bapak.”
“Tidak apa-apa
masuklah,” kata Aldi sambil membuka pintu mobilnya. Nirmala tak kuasa menolak
ajakan Aldi.
Sekejap saja mobil
sedan hitam itu meluncur ikut berbaur dengan padatnya jalanan kota Jakarta,
menembus debu dan asap yang beterbangan. Dihati keduanya tak terlintas kedukaan
yang ada hanya kebahagian yang membuat keduanya terpaku tak ada kata-kata yang
bisa diungkapkan, mereka larut dalam pikiran dan gejolak perasaan
masing-masing, hingga sampailah mereka didepan sebuah rumah kecil dipinggiran kota
Jakarta.
“Terima kasih Pak, maaf
merepotkan,”kata Nirmala kemudian keluar dari mobil itu.
“Oke sama-sama, aku
juga permisi dulu.”
Mobil sedan hitam itu
perlahan meninggalkan Nirmala yang masih berdiri didepan pintu rumahnya.
Dimobil, hati Aldi berkecamuk, sekilas timbul perasaan iba dihati Aldi, disisi
lain juga kagum. Nirmala gadis cantik dan anggun yang sederhana tetapi ia
selalu semangat dalam mengarungi roda kehidupan yang menuntut ketabahan. Tak
berapa lama mobil sedan hitam itu berhenti disebuah rumah mewah dan besar yang
berada diperumahan elite dijantung kota Jakarta.
“Iya
den…sebentar,”teriak pak Maman dari dalam pagar setelah mendengar klakson tanda
bahwa majikannya memanggil dan memintanya untuk membukakan pintu pagar, dengan
tergopoh-gopoh pak Maman segera mendorong pintu pagar sehingga mobil Aldi bisa masuk kepekarangan
dan langsung berhenti digarasi.
“Baru pulang den?”
Tanya pak Maman setelah menutup kembali pintu pagar rumah itu.
“Iya pak Maman…wah…panas
sekali Jakarta hari ini ya pak.”
“Oalaah den…itu sudah
biasa, nek ora panas bukan Jakarta namanya den…”
“Ya sudah saya mau
masuk dulu pak.”
“O..iya den, silahkan.”
Pak Maman paham betul pada Aldi karena pak Maman ikut keluarga itu sebagai
tukang kebun sejak Aldi masih kecil. Pak Maman bukan sekedar tahu apa yang
harus dikerjakan tetapi ketelatenan dan kesabaran pak Maman dalam mengurus
rumah majikannya membuat pekarangan rumah itu senantiasa indah dan bersih,
itulah yang membuat keluarga Aldi dari dulu mempercayakan urusan pekarangan
rumahnya kepada pak Maman.
“Aldi dari mana saja
kamu, ayah tadi kekantor, kata orang disana kamu mengantar sekretaris barumu
itu!” kata pak Handoko ayah Aldi dengan nada yang tinggi dan mata agak melotot,
menandakan kemarahannya.
“Iya Yah, tadi
kebetulan searah jadi saya ajak sekalian, Aldi minta maaf.”
“Ingat Aldi kamu sudah
dijodohkan dengan Azura dan ingat lusa Azura kembali ke Jakarta kamu harus
menjemputnya dibandara, kalau kamu mengecewakan Azura berarti kamu juga
mengecewakan ayah.”
“Sudahlah Pak…biar Aldi
istirahat dulu,” kata ibu Aldi sambil meletakkan secangkir teh dimeja depan pak
Handoko. “Istirahatlah dulu nak…nanti kita bicarakan.”
“Baik Ma,” Aldi bangkit
dan langsung menuju kamarnya. Didalam kamarnya pikiran Aldi berkecamuk antara
hati dan perasaannya kepada Nirmala dan perjodohannya dengan Azura, hatinya
mengatakan Ia mencintai Nirmala tetapi juga tidak ingin mengecewakan orang
tuanya. Dia tahu perjodohannya dengan Azura semata-mata karena adanya hubungan
bisnis antara ayahnya dan ayah Azura, bisa dikatakan mereka sahabat yang saling
membantu untuk memajukan perusahaannya masing-masing, dengan menjodohkan Aldi dan
Azura hubungan mereka diharapkan semakin erat bukan hanya sahabat tetapi
menjadi sebuah keluarga. Aldi semakin tak kuasa memilih antara hati dan cinta
atau menikah karena terpaksa demi kebahagiaan orang tuanya. Semakin ditepisnya
Nirmala dari ingatannya tetapi bayangan wajah Nirmala semakin jelas menggoda
perasaannya, dibalik jilbab tersimpan kecantikan dan keanggunan, Nirmala tak
bisa lenyap dari ingatannya meski sekejab, matanya terpejam lelap dalam buaian
perasaan.
Jam dua belas tepat
waktu istirahat di kantor itu. Aldi dan Nirmala tampak berjalan menuju sebuah
kantin yang tak begitu jauh dari perusahaan. Disudut kantin mereka duduk
berhadapan, Aldi menatap wajah Nirmala dalam-dalam, diberanikannya menggenggam
jemari Nirmala. Diberanikan juga mengungkapkan isi hatinya pada Nirmala. Aldi
menatap wajah Nirmala menanti penuh harap jawaban dari Nirmala. Nirmala terdiam
bimbang, patutkah jika Ia mencintai orang yang tidak sejajar dengannya. Aldi
adalah orang yang kaya, punya perusahaan besar sedangkan Nirmala hanya seorang
gadis yang mengadu nasib diperusahaan milik Aldi demi untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya dan keluarganya. Nirmala menyadari semua itu, suasana hening sesaat,
mereka hanyut dalam perasaan masing-masing.
Suara langkah seseorang
membuyarkan pikiran Nirmala. Terlihat gadis cantik, berambut pirang menghampiri
mereka, sesekali rambut pirangnya dihempas angin dari laju kendaraan yang
melintas didepan kantin itu.
“Oo…bagus ya.., jadi
ini perempuan yang merebut tunangan orang!,” kata gadis berambut pirang itu
menampakkan ketidak sukaannya kepada Nirmala.
“Apa maksudmu Azura?.”
“Jadi kamu lupa kalau
hari ini kamu harus menjemputku dibandara, pantas saja kamu lupa Aldi…yang ada
dipikiranmu ternyata dia dan kau melupakan aku…calon istrimu!!”
“Azura…apa maksudmu?,
aku sama sekali tidak mencintaimu, ini adalah perjodohan orang tua kita dan aku
punya hak untuk menentukan jalan hidupku sendiri.”
“Jadi kamu menyalahkan
perjodohan ini dan memilih gadis lusuh seperti dia!!!, baiklah aku akan mengatakan
ini semua pada ayahmu!” Azura membanting tasnya dimeja lalu pergi meninggalkan
Aldi dan Nirmala, dari raut mukanya terlihat rasa kecewa yang teramat sangat,
hati Azura remuk, orang yang sangat diharapkan keluarganya untuk menjadi
pendamping hidupnya ternyata lebih memilih wanita lain, wanita yang tidak
sebanding dengannya.
Sementara Nirmala yang
hanya terdiam tidak dapat berkata sepatah katapun, hatinya hancur. Kebahagiaan
yang sesaat muncul tiba-tiba berubah menjadi kekecewaan, sedih karena tamparan
kata-kata dan anggapan bahwa dia merebut tunangan orang. Dari sudut matanya
menetes butir-butir bening yang mengalir dipipinya. Dia bangkit dari tempat
duduknya dan berlari menyetop taksi dan pergi tak menghiraukan teriakan Aldi
yang memanggilnya. Dalam hatinya dia juga mempunyai perasaan yang sama pada
Aldi, tapi dia bukan orang yang egois yang tidak memikirkan orang lain demi
untuk kebahagiaannya dan juga bukan orang yang tidak berkaca diri.
“Semua yang dikatakan
Azura benar, aku tidak pantas bersama Aldi, aku tidak ingin merusak kebahagiaan
orang lain,” kata Nirmala dalam hati, butiran bening kembali menetes dari sudut
matanya, sesekali matanya terpejam, dadanya sesak menahan perih goresan luka
hati.
Pagi itu sebenarnya cukup
cerah, kendaraan bermotor sudah memadati jalanan kota Jakarta, asap dan debu
yang sudah mulai mengepul menjadi pemandangan yang biasa, seharusnya sepagi ini
udara masih bersih karena juga belum ada jam sepuluh pagi, apakah ini
menunjukkan program pemerintah mengenai penanaman seribu atau sejuta pohon belum
membuahkan hasil? Entahlah…kenyataannya begitulah Jakarta, semua nampak seperti
biasa. Berbeda dengan Aldi, Aldi Nampak murung tidak seperti biasa, dimeja
kerjanya beberapa berkas yang semestinya dia tanda tangani masih menumpuk
disudut meja. Didalam benaknya hanya Nirmala, kenapa sampai sesiang ini Nirmala
belum juga datang?, apakah dia sakit, atau kecewa padaku?. Aldi bingung dan
tidak tahu lagi harus berbuat apa, dia merasa bersalah. Bukan hanya pada
Nirmala tetapi pada Azura dan orang tuanya. Diusapkan kedua tangannya kewajah, ”ya
Tuhan..,kenapa ini semua terjadi padaku, apakah yang sedang engkau rencanakan?”
Tok, tok, tok.
“Ya masuk,” jawab Aldi
dari dalam.
“Maaf Pak, tadi bu
Nirmala menitipkan surat pengunduran diri,ini Pak suratnya,” kata seorang
office boy seraya menyerahkan surat yang dititipkan Nirmala.
“Ya terima kasih.”
“Kalau begitu saya
mohon diri dulu Pak.”
Bertambah hancurlah
hati Aldi, seorang yang dicintainya akan pergi meninggalkannya, benar-benar
surat pengunduran diri dari Nirmala, “apakah ini berarti aku harus menikah
dengan orang yang tidak aku cintai, tidak! Aku harus menemui Nirmala.”
Sedan hitam meluncur
menuju kepinggiran kota Jakarta, hingga sampailah mobil itu didepan sebuah
rumah kecil, didepan rumah itu bergelayut jemuran yang sudah mulai kering,
sebentar-sebentar berkibar diterpa angin, diteras rumah itu nampak meja kecil
dan dua kursi kayu dikiri kanannya, dikiri kanan tangga naik beberapa pot dan
bunga yang menghiasnya menambah kemolekan rumah ini, semua tertata dengan rapi,
rumah kecil sederhana tapi bersih dan indah ini menunjukkan penghuni rumah ini pandai
merawat dan mengatur letak perabotan rumah tangga. Dari pintu yang terbuka
terlihat seorang wanita tua yang duduk dikursi roda sedang serius menjahit,
badannya terbungkus switer tebal dan lehernya berbalut semacam selendang tebal
sebagai penghangat.
“Maaf Bu, Nirmala
ada?.” kata Aldi kepada wanita tua itu setelah sampai didepan pintu.
“Oh ada, kamu siapa
nak?,” kata wanita tua itu seraya membetulkan letak duduknya.
“Saya Aldi bu.”
“Sebentar ya nak, saya
panggilkan,” wanita tua itu kemudian memutar kursi rodanya,” Mala.., dimana
kamu nak, ada tamu.”
“Ya mak, sebentar,”
sahut Nirmala dari dalam, tak berapa lama keluarlah Nirmala dari balik tirai
Kaget
bukan kepalang saat Nirmala melihat sesosok pria di hadapannya. Hati Nirmala
kacau. Dia merasakan kekecewaan namun ia tak jua dapat membohongi perasaannya
kepada Aldi
“Nirmala
apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu mengundurkan diri? Apa karena aku?” kata
Aldi nampak dengan raut penasarannya bercampur kegundahan yang luar biasa.
“ Oh
sama sekali bukan pak, saya hanya ingin berhenti bekerja, saya merasa kurang
nyaman bekerja di perusahaan bapak” sahut Nirmala mencoba memberi penjelasan.
“ Mala
jujurlah padaku! Ada apa ini?” lanjut Aldi mendesak Nirmala.
Nirmala
hanya diam membisu. Tak ada sepatah kata pun ia ucapkan. Sungguh hati Nirmala
sedang kacau, ia bingung harus bagaimana.
“
Baiklah Mala jika kamu tak mau bicara, aku tak akan memaksamu! Aku hanya ingin
kamu tahu Mala bahwa aku mencintaimu!” kata Aldi sembari memegang tangan
Nirmala.
Nirmala
tak menyangka Aldi akan mengucapkan kata-kata itu. Nirmala bingung ia harus
bahagia atau justru bersedih. Nirmala sadar siapa dia dan siapa Aldi. Lagi pula
Aldi telah dijodohkan dengan Azura yang jauh lebih pantas untuknya. Nirmala
benar-benar dalam kegalauan. Semua terdiam.
“Mala
jika kamu tak keberatan aku akan melamarmu!” lanjut Aldi, manakala ia melihat
gadis berjilbab itu hanya diam.
Nirmala
sangat terkejut mendengar kata-kata itu.
“ Pak
Aldi bagaimana dengan orang tua bapak? Azura?” Nirmala mulai membuka bicara.
“Mala,
aku mencintaimu, dan aku ingin menjadikanmu bidadariku!” tegas Aldi sembari
kembali memegang tangan Nirmala.
“Maaf
pak Aldi saya tidak bisa! “ jawab Nirmala tegas.
Aldi
berpamitan dan beranjak meninggalkan Nirmala. Nirmala menatap pria itu pelahan
butiran air membasahi pipinya. Sedan hitam itu mulai lenyap dari pandangan mata
Nirmala.
Beberapa
hari Aldi tak menghubungi Nirmala. Nirmala mulai cemas. Sejak penolakan itu
Aldi benar-benar telah lenyap dari hidup Nirmala. Kerinduan pelahan mulai
menyelimuti hati Nirmala. Sampai pada suatu pagi ada seorang pria datang ke
rumah Nirmala.
“ Benar
dengan ibu Nirmala?” tanya pria bertopi hitam itu. Sepertinya ia tukang pos.
“ Iya
benar saya Nirmala, ada apa ya pak?” jawab Nirmala.
“ Ini bu
ada kiriman!” kata pria bertopi itu.
Nirmala
menerima sebuah amplop putih dengan kop surat perusahaan Aldi. Hati Nirmala
benar-benar bingung sekaligus penasaran. “Ada apa ini? Kenapa ada surat
untukku?” gumam Nirmala. Pelahan tapi pasti Nirmala mulai membuka amplop surat
itu. Tertulis dengan jelas:
Kepada YTH
Calon
istri saya, calon ibu anak-anak saya, calon anak Ibu saya dan calon kakak buat
adik-adik saya
Di tempat
Assalamu’alaikum
Wr Wb
Mohon maaf kalau anda tidak
berkenan. Tapi saya mohon bacalah surat ini hingga akhir. Baru kemudian
silahkan dibuang atau dibakar, tapi saya mohon, bacalah dulu sampai selesai.
Saya, yang bernama Aldi Zainur
Rahim menginginkan anda Nirmala Kusuma Ningrum untuk menjadi istri saya. Saya
bukan siapa-siapa. Saya hanya manusia biasa.
Saat ini saya punya pekerjaan.
Tapi saya tidak tahu apakah nanti
saya akan tetap punya pekerjaan. Tapi yang pasti saya akan berusaha punya
penghasilan untuk mencukupi kebutuhan istri dan anak-anakku kelak.
Yang pasti, saya akan selalu
berusaha agar istri dan anak-anak saya tidak
kepanasan dan tidak kehujanan.
Saya hanyalah manusia biasa, yang
punya banyak kelemahan dan beberapa
kelebihan. Saya menginginkan anda untuk mendampingi saya.. Untuk menutupi
kelemahan saya dan mengendalikan kelebihan saya. Saya hanya manusia biasa.
Cinta saya juga biasa saja..
Oleh karena itu. Saya menginginkan
anda mau membantu saya memupuk dan merawat cinta ini, agar menjadi luar biasa.
Saya tidak tahu apakah kita nanti
dapat bersama-sama sampai mati. Karena saya tidak tahu suratan jodoh saya.
Yang pasti saya akan berusaha
sekuat tenaga menjadi suami dan ayah yang baik. Kenapa saya memilih anda ?
Sampai saat ini saya tidak tahu
kenapa saya memilih anda.
Saya sudah sholat istiqaroh
berkali-kali, dan saya semakin mantap memilih anda.
Yang saya tahu, Saya memilih anda
karena Allah.. Dan yang pasti, saya
menikah untuk menyempurnakan agama saya, juga sunnah Rasulullah.
Saya tidak berani menjanjikan
apa-apa, saya hanya berusaha sekuat mungkin
menjadi lebih baik dari saat ini.
Saya mohon sholat istiqaroh dulu
sebelum memberi jawaban pada saya.
Saya kasih waktu minimal 1 minggu,
maksimal 1 bulan.
Semoga Allah ridho dengan jalan
yang kita tempuh ini. Amin
Wassalamu’alaikum
Wr Wb
Tertanda :
Aldi Zainur Rahim
Nirmala
kaget membaca surat itu. Ia tak menyangka akan di lamar dengan seresmi itu.
Sungguh ia berada dalam kebingungan. Pelahan wanita tua mendorong kursi rodanya
mendekati Nirmala yang sedari tadi terdiam di depan pintu. Hati dan fikiran Nirmala
saat ini sedang berkecamuk. Antara senang dan takut.
“ Mala
ada apa? Mengapa engkau terdiam? Surat apa ini?” tanya wanita tua itu pada
Nirmala.
“ Mak,
Aldi melamar Mala! Bagaimana Mak?” jawab Nirmala sembari memeluk wanita tua
itu.
“ Apa
kamu juga mencintainya Nak?” kata wanita tua itu lagi.
“ Iya
mak, tapi Aldi sudah dijodohkan dengan Azura. Lagi pula kita tak sebanding
dengan keluarga mereka mak!” tegas Nirmala dengan raut wajah sedihnya.
“ Nak,
Aldi itu anak yang baik, ia juga sopan. Emak tidak akan memaksamu, pilihlah
jawaban yang terbaik menurut hati nurani kamu sendiri Nak!” kata wanita tua itu
sembari memeluk anaknya dengan erat.
2 minggu kemudian Nirmala membalas surat Aldi.
Kepada
YTH.
Bapak
Aldi
Zainur Rahim
Di
Tempat
Assalamu’alaikum
Wr Wb
Pak Aldi yang
saya hormati, saya hanya menanggapi surat yang bapak kirimkan kepada saya 2
minggu yang lalu. Tidak banyak kata yang akan saya tuliskan, jika memang Allah
meridhoi jalan ini maka saya mau menjadi istri bapak, menjadi ibu dari
anak-anak bapak, menjadi bidadari surga untuk bapak. Melaksanakan sunah
Rosulullah. Menyempurnakan ibadah saya.
Saya mau
berdiri di belakang bapak sebagai pendorong manakala bapak berada dalam
kesulitan. Berada di samping bapak menemani bapak hingga maut kelak yang
memisahkan.
Terimakasih
............
Wassalamu’alaikum
Wr Wb
Tertanda :
Nirmala Kusuma Ningrum
Kedua
orang tua Aldi merestui hubungan kedua sejoli itu. Azurapun telah merelakan
Aldi untuk menikah dengan Nirmala, ia menyadari bahwa Nirmala adalah gadis yang
jauh lebih baik daripada dia. Malam harinya orang tua Aldi datang ke rumah
Nirmala. Kedua belah keluarga telah menentukan hari pernikahan kedua sejoli
itu. Tuhan telah menentukan takdirnya. Perbedaan derajad kedua sejoli itupun
tak menjadi hambatan. Ketika Allah telah mengatakan kun fayakun jadilah maka
jadilah manusia tak dapat menolaknya.
Hari
jum’at 7 Maret 2013. Tepatnya pukul 08:18 Aldi
Zainur Rahim dan Nirmala Kusuma Ningrum melakukan akad nikah di masjid dekat rumah Nirmala.
“
Assalamu’alaikum Wr.Wb.” sesosok pria berjas putih rapi berkata kepada seluruh undangan.
Serentak
semua undangan menjawab salam itu dengan semangat dan serempak.
“Wassalamu’alaikum Wr Wb!”.
“
Baiklah hadirin sekalian kita mulai saja akhad nikah ini!” kata pria berjas
putih.
Nirmala
nampak anggun dengan gaun putih dan riasan wajah yang soft. Jilbabnya berhiaskan bunga mawar putih kesukaan Nirmala.
Seisi ruangan semua berpakaian putih. Namun hari itu nampak kejanggalan ketika
semua undangan dan keluarga bepakaian putih, Aldi sang pengantin pria justru
memakai jas hitam dan kemeja hitam. Namun semua tak menghiraukan itu ijab
khobulpun segera dimulai.
“
Bismillahirrahmanirrohim, saudara Aldi Zainur Rahim bin Zainur Rahim saya nikahkan saudara dengan Nirmala Kusuma Ningrum binti Kusuma dengan
maskawin seperangkat alat shalat,Al-Qur’an, dan emas 18 karat di bayar tunai!”.
Kata pria berjas putih itu sembari menjabat tangan Aldi.
“Saya
terima nikahnya Nirmala Kusuma Ningrum binti Kusuma atas diri saya, dengan maskawin tersebut
dibayar tunai!” balas Aldi dengan gugup.
“
Bagaimana para saksi? Sah?” lanjut pria berjas putih itu.
Seketika
semua terdiam manakala Nirmala jatuh pinsan. Suasa menjadi sunyi. Nirmala gadis
berjilbab yang anggun itu terjatuh dengan raut wajah bak bulan kesiangan. Aldi
kaget! Semua undangan memandang kearah Nirmala dan Aldi.
“
Mala bangun sayang!” kata Aldi sembari memeluk Nirmala.
Gadis
berjilbab itu tetap diam. Tak ada gerakan sama sekali.
Nirmala
langsung dilarikan kerumah sakit. Dokter langsung memeriksa Nirmala. Dokter
keluar dari ruang UGD dengan wajah yang menengangkan.
“
Bagaiman kondisi Nirmala dokter?” tanya Aldi dengan kecemasan memenuhi
batinnya.
“
Mohon maaf pak, Nirmala mengidap penyakit kanker otak sudah cukup lama, dan
saat ini kami sudah tidak dapat melakukan apa-apa. Semua sudah terlambat!”
tegas dokter.
“
Apaaaaaaaa? Dokter lakukan apa saja untuk Nirmala. Ayo dokter! Saya akan bayar
berapapun!” Aldi mendesak dokter itu.
“
Maaf pak Aldi kami sudah berusaha. Tapi Allah berkehendak lain!” lanjut sang
dokter.
“ Malaaaaaaaaaaaaaaaaa!” teriak Aldi pecah.
Nirmala
terbujur kaku, dengan wajah pucat pasinya. Hari dimana seharusnya Nirmala
menikah dengan Aldi berubah menjadi
upacara pemakaman. Sungguh malang tak dapat di untung. Takdir sang pencipta tak
dapat di tolak. Nirmala berpulang dihari pernikahannya.
“
Nak, emak temukan surat kecil ini di genggaman tangan Nirmala!” kata wanita tua
yang duduk d kursi ridanya itu. Nampak pula kesedihan mendalam pada sosok
wanita ini.
Tertulis
:
Suamiku ..
Suatu ketika aku akan wafat.. Menyandang
bulu dan sayap laksana malaikat,dan akan segera ku akhri cerita saat
sisa nafas ku berhenti dibatas waktu..
Bila tiba saat ku pergi jangan ada air mata kedukaan,karna ratapmu akan
patahkan sayap ku,
Kapargian ku menempuh puncak impian,ketika sang utusan merengkuh jiwa ini
hapuslah air matamu,
Meski terus kau percikkan duka atas kepergian ku aku tak akan pernah kembalidan
sungguh tak ingan kembali,,
Biarlah jiwa ku tanang berlalu dalam dekapan sayap malaikat,merengguk anggur
kebebasan semu,Diantara setumpuk timbangan perbuatan ku,
Aku berharap jasad matiku kau balut dengan senyum,benamkan dibalik tanah penuh
ketulusan,iringi kepergian ku dengan doa,mungkin itu akan meringankan beban ku,
Biarlah pusara ini menjadi saksi,bahwa aku pernah mengembara melintasi lembah
mimpi,sekejap tersenyum merengguk manisnya d0sa duniawi,yang kini tinggal
belulang membujur kaku ditengah sepi..
Akan ku nanti darimu didepan gerbang keabadian..
Mungkin dalam penantian ini masih ada celah tuk wujudkan dehaga rindu di telaga
cinta.
Peluk dan cium
Istrimu
“ Nirmalaaaaaaaaaaaaaaa..........!”
SEKIAN
.
.. .